Jumat, 13 Mei 2016

Rama, Sinta, Rahwana dan ironi cinta

Rahwana :
" Aku mencintaimu, Sinta. Memang aku telah menculikmu dari Rama, tapi itu aku lakukan karena aku jatuh cinta padamu, aku ingin memilikimu. Aku membawamu ke rumahku untuk menjagamu. Aku selalu melindungimu, memastikan kamu selalu baik-baik saja. Aku penuhi segala kebutuhanmu. Aku belikan kamu baju-baju mahal dan perhiasan mewah. Semuanya aku lakukan karena aku sangat mencintaimu. Memang, uang, harta dan kemewahan tidak bisa membeli cinta. Tapi aku ingin memilikimu, memanjakanmu. Apapun yang kamu inginkan akan aku penuhi, asal jangan minta aku untuk melepaskanmu. Bisa melihatmu setiap hari membuatku bahagia. Cukup melihat senyummu saja, aku sangat bahagia.  Sinta, hiduplah bersamaku."

Sinta hanya diam.

Rahwana, lelaki gagah perkasa, disegani dan kaya raya, bertekuk lutut di hadapan Sinta. Tak berdaya. Rahwana mencintai Sinta dengan tulus. Banyak wanita-wanita cantik merayu Rahwana. Tapi cinta Rahwana hanya untuk Sinta.

"Siapa di antara kamu yang tidak merasakan bahwa kekuatan untuk mencintai adalah tanpa batas? dan sebagaimana halnya waktu, cinta tak terbagi dan tak mengenal ruang." - Khalil Gibran


Rama :
" Duabelas tahun kau tinggal di istana megah Rahwana. Kau tidur di ranjangnya. Benih siapa yang ada dalam kandunganmu, Sinta? "

Sinta hanya diam.

Rama, lelaki rupawan yang sangat dicintai Sinta. Kini Rama meragukan kesetiaan Sinta.


Sinta termenung.
" Rahwana memenjarakanku di penjara megah cintanya. Dia selalu memanjakanku. Setiap hari selalu berusaha untuk membahagiakanku. Tapi Rama, lelaki yang sangat aku cintai, mengusirku dalam keadaan hamil mengandung benihnya. Benarkah, Rama mencintaiku?"

Masihkan Sinta menolak cinta Rahwana? Masihkah Sinta mendamba cinta Rama?

" Neraka bukan dirasakan dalam siksaan. Neraka dirasakan didalam hati yang hampa." - Khalil Gibran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar