Suatu hari Rama mengajak Sinta jalan-jalan ke hutan, dan
adiknya Laksmana diajak serta. Setelah beberapa saat mereka berjalan-jalan
menikmati keindahan hutan yang asri mereka kelelahan. Kemudian mereka
beristirahat di tepian danau indah di tenga hutan. Tiba-tiba melintas seekor
kijang berwarna emas. Sinta terpesona oleh
kilau dan keindahan rupa kijang emas itu. Shinta ingin memiliki kijang itu.
Rama yang sangat mencintai Shinta berusaha
memenuhi keinginan Sinta. Cintanya telah membutakan akal sehatnya sehingga
tidak berpikir panjang. Rama pergi mengejar kijang emas itu setelah
sebelumnya berpesan pada Laksmana untuk menjaga Shinta. Rama, Sinta dan
Laksmana tidak menyadari bahwa kijang emas itu adalah perwujudan tipu muslihat
Rahwana untuk merebut Sinta. Mereka lengah.
Rama dan Shinta (gambar diambil dari www.ngomik.com |
Setelah sekian lama Rama mengejar kijang emas dan belum
kembali membuat Laksmana khawatir. Ia kemudian membuat garis batas supaya Sinta
tidak keluar dari tempat aman dan melarang Sinta keluar dari batas yang ia
buat. Ia pun segera menyusul kakaknya.
Rahwana mengetahui Laksmana telah membuat batas aman
buat Sinta. Ia tidak kehilangan akal. Ia menyamar menjadi seorang brahmana tua
agar diberi sedekah oleh Shinta. Tipu muslihat Rahwana berhasil membuat Sinta
mau mengulurkan tangan untuk memberi sedekah. Dan pada saat Sinta mengulurkan
tangan, Rahwana tidak menyia-nyiakan kesempatan, ia menarik tangan Sinta
keluar dari lingkaran aman. Sinta pun berhasil dibawa kabur olehnya. Sinta tak menaruh curiga terhadap lelaki
tua itu. Sinta melanggar aturan yang dibuat Laksmana untuk keselamatannya. Ia ceroboh
dan tidak waspada.
" Ketika tiba saat perpisahan janganlah kalian berduka, sebab apa yang paling kalian kasihi darinya mungkin akan nampak lebih nyata dari kejauhan – seperti gunung yang nampak lebih agung terlihat dari padang dan dataran." (Khalil Gibran)
Rama dan Laksmana kembali ke tempat dimana Sinta
menunggu. Namun mereka terkejut karena Sinta telah hilang.
" Selamatkan aku dari dia yang tidak mengatakan kebenaran kecuali kalau kebenaran itu menyakiti; dan dari orang yang berperilaku baik tetapi berniat buruk; dan dari dia yang memperoleh nilai dirinya dengan mencela orang lain." (Khalil Gibran)
Rahwana telah jatuh cinta kepada Sinta sejak beberapa
waktu sebelumnya. Rahwana terpikat oleh kecantikan ragawi Sinta. Ia mabuk
kepayang dan tak peduli pada kenyataan bahwa Sinta adalah milik orang
lain. Ia bersikukuh ingin memiliki Sinta. Cinta
buta telah membuat Rahwana menghalalkan
segala cara untuk mendapatkan keinginannya.
"Aku mencintaimu kekasihku, sebelum kita berdekatan, sejak pertama kulihat engkau.
Aku tahu ini adalah takdir. Kita akan selalu bersama dan tidak akan ada yang memisahkan kita." (Khalil Gibran)
Tarian Rama Shinta (gambar diambil dari cenangsari.net) |
Waktupun berlalu, telah sekian lama Sinta tinggal di
rumah megah Rahwana. Ia telah terpisah dari Rama. Setiap hari ia berharap Rama
datang membawanya keluar dari rumah Rahwana. Tapi Rama tak kunjung datang untuk
merebut dirinya kembali. Kadang terbersit di pikiran Sinta mungkin Rama sudah
tak mencintainya lagi. Sinta
pasrah terhadap keadaan. Ia menyerah.
" Sebab kehidupan tidak berjalan mundur, pun tidak tenggelam dimasa lampau." (Khalil Gibran)
Di lain tempat, Rama mengenang kisah cintanya dengan Sinta, hari-hari yang telah dilalui bersama Sinta. Tapi, kini sudah bertahun-tahun Sinta tinggal bersama Rahwana. Rama menduga, Sinta telah menikmati
segala limpahan kemewahan yang diberikan oleh Rahwana. Barangkali Sinta pun
sudah tak mencintainya lagi. Barangkali Sinta sudah tidak suci lagi. Ia pun urung
untuk mencari Sinta.
"Aku tidak mengetahui kebenaran mutlak. Tetapi aku menyadari kebodohanku itu, dan di situlah terletak kehormatan dan pahalaku." (Khalil Gibran)
Akhirnya Rama dan Sinta saling curiga.
Seandainya
Sinta tidak silau oleh kemilau kijang emas………
Seandainya
Rama lebih waspada……………..
Seandainya
Rama berpikir jernih ………………
Seandainya
Sinta tidak melanggar aturan……….
Seandainya Sinta tidak menyerah pada keadaan......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar