Minggu, 16 Desember 2012

Rama, Sinta, Rahwana dan Misteri Cinta



Demikian senja turun dan Sita terkapar  
Di ranjang. Walau begitu jangan kau tanya
Mengapa semua ini terjadi;
Pada kobaran api yang menyala di tegalan,
(puisi karya Soni Farid Maulana)

Rahwana tak selamanya berbuat jahat. Ia tak seburuk yang orang kira. Ia selalu bersikap sopan. Jantan. Jujur. Ia tulus mencintai Sinta. Tak pernah menyentuh Sinta. Dia setia menunggu hingga Sinta menerima cintanya. Sosoknya pun gagah.  Rahwana sangat memanjakan Sinta, ia melimpahi wanita yang dicintainya itu dengan segala kemewahan. perilaku Rahwana meluluhkan hati Sinta

“Malam, menjadikan mata jernih melihat kenikmatan di dunia dan menjadikan
misteri-misteri keabadian di dunia ini hadir.” ( Khalil Gibran)

Ada saat-saat dimana Rahwana harus pergi meninggalkan istananya sementara waktu. Tapi Sinta tidak pernah mengambil kesempatan untuk melarikan diri. Sinta memang ingin tinggal bersama Rahwana.

Mungkin Sinta jatuh cinta pada Rahwana. Mungkin Sinta mengagumi kegigihan Rahwana yang berjuang merebut cintanya. Mungkin Sinta merasa tersanjung dengan perlakuan Rahwana. Mungkin Sinta mendamba pelukan rahwana.  Hati seorang wanita seperti hutan yang lebat, begitu pula hati Sinta, penuh misteri.

“ Ketika kita menemukan seseorang yang keunikannya sejalan dengan kita, kita bergabung dengannya dan jatuh ke dalam suatu keanehan serupa yang dinamakan cinta.” (Khalil Gibran)

Kecewa dan patah hati karena Rama tak kunjung menjemput dirinya.? Memang, Rama pernah meminta temannya, Hanoman, untuk menemui Sinta dan memberi hadiah sebuah cincin. Tak cukup besarkah cinta Rama? Atau Sinta tak pernah sepenuhnya mencintai Rama? Atau memang Sinta tidak setia?

 “ Tapi ketika cinta itu mati, kamu tidak perlu mati bersama cinta itu.” (Khalil Gibran)


Nun jauh di sana, seorang pria tampan termenung.....Telah bertahun-tahun Sinta tinggal di istana Rahwana. Tentu ada saat dimana Sinta menghabiskan malam di peraduan Rahwana. Ia cemburu.

Ia ragu....mungkinkah Rahwana tidak pernah menculik Sinta? Mungkinkah Sinta yang membiarkan dirinya jatuh ke pelukan Rahwana? 

“ Mungkin akan tiba saatnya dimana kita harus berhenti mencintai seseorang, bukan karena dia berhenti mencintai kita melainkan karena kita menyadari bahwa dia akan lebih berbahagia apabila kita melepaskannya.”  (Khalil Gibran)



Elegi Sinta

( puisi karya Dorothea Rosa Herliany)
 
aku sinta yang urung membakar diri.
demi darah suci
bagi lelaki paling pengecut bernama rama.
lalu aku basuh tubuhku, dengan darah hitam.
agar hangat gelora cintaku.
tumbuh di padang pendakian yang paling hina.


kuburu rahwana,
dan kuminta ia menyetubuhi nafasku
menuju kehampaan langit.
kubiarkan terbang, agar tangan yang
takut dan kalah itu tak mampu menggapaiku.


siapa bilang cintaku putih? mungkin abu,
atau bahkan segelap hidupku.
tapi dengarlah ringkikku yang indah.
menggosongkan segala yang keramat dan abadi. 

 
kuraih hidupku, tidak dalam api
–rumah bagi para pendosa.
tapi dalam kesunyian yang sia-sia dan papa.            
agar sejarahku terpisah dari para penakut
dan pendusta. rama…

 
(Dorothea Rosa Herliany, Elegi Sinta)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar