Wahai Dewi Cinta, tepatkah kau menembakkan panah asmara ?
Begitu cepat fajar tiba melenyapkan kegelapan malam dan membawa pergi mimpi-mimpi kelam. Begitu cepat air mata ini mengering, tanpa kuduga. Baru saja, aku terisak di kesunyian malam, terluka karena kepergian dirinya. Dan kupikir kabut gelap akan terus menyelimuti hatiku. Tapi, secercah cahaya itu datang tanpa kuundang. Dewata tak rela aku berduka. Terpaksa aku harus tersenyum bahagia. Inilah misteri hidup. Aku tak mengerti!
Begitu cepat fajar tiba melenyapkan kegelapan malam dan membawa pergi mimpi-mimpi kelam. Begitu cepat air mata ini mengering, tanpa kuduga. Baru saja, aku terisak di kesunyian malam, terluka karena kepergian dirinya. Dan kupikir kabut gelap akan terus menyelimuti hatiku. Tapi, secercah cahaya itu datang tanpa kuundang. Dewata tak rela aku berduka. Terpaksa aku harus tersenyum bahagia. Inilah misteri hidup. Aku tak mengerti!
Kucabut akarnya dari tanah liat yang di dalamnya dia telah bertunas dan tumbuh dengan subur.
Kucabut akar dari masa lampaunya, menanggalkan kenangan seribu musim bunga dan seribu musim gugur.
Dan kutanam sekali lagi pohon jiwaku di tempat lain.
Kutanam dia di padang yang tempatnya jauh dari jalan-jalan waktu.
Kutanam dia di padang yang tempatnya jauh dari jalan-jalan waktu.
Kulewatkan malam dengan terjaga di sisinya, sambil berkata :
Mengamati bersama malam yang membawa kita mendekati kerlipan bintang! "
( Khalil Gibran)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar