Kamis, 13 Juli 2017

Tiket kapal dan Perjamuan

“Duapuluh tahun dari sekarang kita akan lebih kecewa oleh hal-hal yang tidak kita lakukan  daripada oleh apa yang telah kita lakukan. Jangan membuang waktu. Berlayar jauh dari pelabuhan yang aman. Menangkap angin. Jelajah mimpi.” – Mark Twain

Alkisah seorang  pemuda desa yang miskin bercita-cita ingin mengubah nasibnya dengan pergi ke kota besar. Ia menjual semua harta miliknya agar ia bisa membeli tiket kapal laut ke kota impian. 
Berbekal sebuah tiket kapal dan beberapa potong roti ia menaiki tangga kapal.

Setiap hari ia hanya makan roti, karena uangnya sudah habis untuk membeli tiket. Ia berjalan mengelilingi kapal, dan ia melihat sebuah ruangan besar (ballroom), dimana semua orang bersenang-senang, berdansa, makan-makanan enak.  Makanan begitu berlimpah, dan semua orang disana makan sesuka hatinya dan sepuasnya. Pemuda itu menunduk sedih dan kembali ke kabin, makan sepotong roti.

Setelah beberapa hari berlayar, tibalah kapal tersebut di kota tujuan. Ketika turun dari kapal, seorang kapten kapal menyapa pemuda miskin itu, dan bertanya, “ Anak muda…saya gak pernah melihatmu di perjamuan?”. Pemuda itu menjawab, “Saya tidak punya uang untuk makan di perjamuan itu. Uang saya habis untuk membeli tiket  kapal, dan hanya tersisa sedikit untuk membeli beberapa potong roti.” Kapten kapal terkejut, “Anda tidak tahu bahwa harga tiket kapal sudah termasuk jamuan makan? Apa tak ada yang memberitahu?”

Tak ada yang akan memberitahu kita bahwa kita boleh memiliki impian besar.

Tiket kapal tersebut diumpamakan sebagai “kehidupan” , perjamuan makan diumpamakan  “impian besar”. Pemuda itu hanya perlu mengetuk pintu ballroom. Pasti akan ada seseorang yang membukakan pintu untuknya.


“Tidak perlu melihat keseluruhan tangga, namun hanya perlu mengambil langkah pertama.” – Christopher Reeve

Sumber : Merry Riana, A Gift from A Friend, PT Gramedia Pustaka Utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar