“Duapuluh tahun dari sekarang kita akan lebih kecewa oleh
hal-hal yang tidak kita lakukan daripada
oleh apa yang telah kita lakukan. Jangan membuang waktu. Berlayar jauh dari
pelabuhan yang aman. Menangkap angin. Jelajah mimpi.” – Mark Twain
Alkisah seorang
pemuda desa yang miskin bercita-cita ingin mengubah nasibnya dengan
pergi ke kota besar. Ia menjual semua harta miliknya agar ia bisa membeli tiket
kapal laut ke kota impian.
Berbekal sebuah tiket kapal dan beberapa potong roti
ia menaiki tangga kapal.
Setiap hari ia hanya makan roti, karena uangnya sudah habis
untuk membeli tiket. Ia berjalan mengelilingi kapal, dan ia melihat sebuah
ruangan besar (ballroom), dimana semua orang bersenang-senang, berdansa,
makan-makanan enak. Makanan begitu
berlimpah, dan semua orang disana makan sesuka hatinya dan sepuasnya. Pemuda
itu menunduk sedih dan kembali ke kabin, makan sepotong roti.
Setelah beberapa hari berlayar, tibalah kapal tersebut di
kota tujuan. Ketika turun dari kapal, seorang kapten kapal menyapa pemuda
miskin itu, dan bertanya, “ Anak muda…saya gak pernah melihatmu di perjamuan?”.
Pemuda itu menjawab, “Saya tidak punya uang untuk makan di perjamuan itu. Uang
saya habis untuk membeli tiket kapal,
dan hanya tersisa sedikit untuk membeli beberapa potong roti.” Kapten kapal terkejut, “Anda tidak tahu bahwa harga tiket
kapal sudah termasuk jamuan makan? Apa tak ada yang memberitahu?”
Tak ada yang akan memberitahu kita bahwa kita boleh memiliki
impian besar.
Tiket kapal tersebut diumpamakan sebagai “kehidupan” ,
perjamuan makan diumpamakan “impian
besar”. Pemuda itu hanya perlu mengetuk pintu ballroom. Pasti akan ada seseorang
yang membukakan pintu untuknya.
“Tidak perlu melihat keseluruhan tangga, namun hanya perlu
mengambil langkah pertama.” – Christopher Reeve
Sumber : Merry Riana, A Gift from A Friend, PT Gramedia Pustaka Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar