" kupunya asa, mengangkasa..."
Di sebuah taman yang luas dan asri, hiduplah setangkai bunga violet yang indah, hidup damai bersama keluarga dan teman-temannya. Bunga-bunga violet mungil nan cantik itu bergoyang-goyang di tengah-tengah bunga-bunga lainnya di taman itu. Suatu pagi, ketika mahkotanya dihiasi bintik-bintik embun, bunga violet itu mengangkat kepalanya dan melihat ke sekelilingnya; ia melihat setangkai bunga mawar yang jangkung dan indah, berdiri bangga serta menjulur ke tempat yang tinggi, seperti obor yang menyala-nyala di atas pelita emerald.
Sang
violet membuka bibirnya yang biru dan berkata, "Betapa malangnya aku di
antara bunga-bunga ini, dan betapa rendahnya posisiku dihadapan mereka!
Alam telah merancangku pendek dan miskin...Aku hidup sangat dekat dengan
tanah dan aku tak dapat menaikkan kepalaku ke langit biru, atau
memalingkan wajahku ke matahari, seperti bunga-bunga mawar itu".
" Kesenangan adalah nyanyian-kebebasan, tetapi bukan kebebasan. Ia serukan dari kedalaman ke ketinggian. Ia adalah yang terkurung, mengambil sayap, tapi tak mampu mengarungi angkasa bebas" - Khalil Gibran
" Kesenangan adalah nyanyian-kebebasan, tetapi bukan kebebasan. Ia serukan dari kedalaman ke ketinggian. Ia adalah yang terkurung, mengambil sayap, tapi tak mampu mengarungi angkasa bebas" - Khalil Gibran
Keluhannya terdengar oleh bunga mawar. Dan mawar itupun tertawa kecil dan
berkomentar, "Betapa aneh perkataanmu itu! Engkau beruntung, tetapi
engkau tidak memahami keberuntunganmu. Alam telah menganugerahimu
keharuman serta keindahan yang tidak dianugerahkannya kepada yang
lain... Buanglah pikiran-pikiranmu itu dan cukupkanlah dirimu, dan
ingatlah bahwa dia yang merendahkan dirinya akan ditinggikan, dan dia
yang meninggikan dirinya akan dihancurkan".
Bunga violet menjawab, "Engkau
menghiburku sebab memiliki apa yang kudambakan...Engkau ingin membuatku
sakit hati dengan makna bahwa engkau hebat... Betapa menyakitkan khotbah
yang beruntung kepada hati yang nelangsa! Dan betapa kejam yang kuat
ketika menjadi penasihat diantara yang lemah!"
Bunga mawar ini terdiam sejenak, dan dengan suara yang semakin lemah,
berbaur dengan kebanggan serta prestasi, ia berkata, " Aku telah hidup
satu jam sebagai bunga mawar yang bangga; aku sempat menjadi ratu; aku
telah melihat Alam Semesta dari balik mata setangkai mawar; aku telah
medengar bisikan langit lewat telinga mawar dan menyentuh
lipatan-lipatan pakaian terang dengan daun-daun bunga mawar. Adakah
disini yang dapat mengklaim kehormatan seperti itu?" Setelah berkata
demikian, ia tundukkan kepalanya, dan dengan suara tercekik ia
melanjutkan, "Sekarang aku akan mati, sebab jiwaku telah mencapai
sasarannya. Akhirnya aku telah memperluas pengetahuanku ke dunia di luar
goa kelahiranku yang sempit. Inilah rancangan Kehidupan... Inilah
rahasia Keberadaan". Lalu bunga mawar ini gemetar, perlahan-lahan
melipat daun-daun bunganya, dan menghembuskan nafasnya yang terakhir
dengan senyum sorgawi di bibirnya... senyum kepenuhan pengharapan serta
maksud dalam kehidupan... senyum kemenangan... senyum Ilahi.
Dan Alam mendengar percakapan antara violet dengan mawar itu; ia
mendekat dan berkata, "Apakah yang terjadi padamu, anakku violet? Selama
ini engkau rendah hati dan manis dalam segala perbuatan dan
kata-katamu. Apakah ketamakan telah merasuk hatimu dan mengebaskan
inderamu?" Dengan suara memelas, sang violet menjawab, "Oh Bunda yang
agung serta penuh belas kasih, penuh kasih dan simpati, kumohon
kepadamu, dengan segenap hati dan jiwaku, agar menganuhgerahkan
permohonanku dan membiarkan aku menjadi bunga mawar suatu hari nanti".
Alam menjawab, "Engkau tidak tahu apa yang engkau minta; engkau
tidak sadar akan rencana tersembunyi di balik ambisi butamu itu.
Seandainya engkau menjadi bunga mawar, engkau akan menyesal, dan
pertobatanmu akan sia-sia".
Sang violet bersikeras, "Ubahlah aku menjadi bunga mawar yang tinggi, sebab aku ingin mengangkat kepalaku tinggi-tinggi dengan bangga; dan terlepas bagaimana nanti nasibku, itu adalah risikoku".
Sang violet bersikeras, "Ubahlah aku menjadi bunga mawar yang tinggi, sebab aku ingin mengangkat kepalaku tinggi-tinggi dengan bangga; dan terlepas bagaimana nanti nasibku, itu adalah risikoku".
Dan Sang Alam menuruti keinginan bunga violet. Alam mengulurkan jari-jemarinya yang misterius dan ajaib dan
menyentuh akar-akar bunga violet itu, yang seketika itu juga berubah
menjadi mawar yang jangkung, tinggi di atas bunga-bunga lainnya di kebun
itu.
Menjelang malam
langit menjadi tebal dengan awan-awan hitam, dan unsur-unsur yang
mengamuk mengganggu keheningan keberadaan dengan gunturnya, dan mulai
menyerang kebun itu, mengirimkan hujan lebat dan angin kencang. Badai
itu mencabik dahan-dahan dan mencabut akar-akarnya serta mematahkan akar
bunga-bunga yang tinggi, membiarkan hanya bunga-bunga kecil yang tumbuh
dekat bumi yang ramah. Kebun itupun sangat menderita dari langit yang
mengamuk, dan ketika badai menjadi tenang dan langit cerah kembali,
semua bunga rebah dan tak ada satupun yang terluput dari murka alam
selain violet-violet yang kecil, yang bersembunyi dekat dinding kebun
itu.
Salah satu bunga violet mengangkat kepalanya dan menyaksikan tragedi yang dialami bunga-bunga
serta pepohonan di sana, lalu ia tersenyum senang
dan berseru kepada teman-temannya, "lihatlah apa yang telah diperbuat
badai terhadap bunga-bunga yang sombong!" Violet lainnya
berkata, " Kita kecil dan hidup dekat dengan tanah, tetapi kita aman
dari murka langit". Dan yang ketiga menambahkan, "Sebab kita tidak
jangkung, badai tak dapat menaklukkan kita".
Dan Ratu Violet melihat ke arah bunga violet yang telah berubah jadi mawar,
rebah ke rumput yang basah oleh badai seperti prajurit yang lunglai di
medan pertempuran. Sang ratu violet mengangkat kepalanya dan berseru
kepada keluarganya, " Lihatlah, anak-anakku, dan renungkanlah apa yang
telah diperbuat Ketamakan terhadap violet yang telah menjadi mawar yang
sombong selama satu jam. Biarlah kenangan pemandangan ini menjadi
pengingat akan keberuntungan kalian yang baik."
“Untuk memahami hati dan pikiran
seseorang, jangan melihat apa yang telah ia capai saat ini. Lihat apa yang
sebetulnya ia cita-citakan.” - Khalil Gibran
Dan mawar yang sekarat itu mengerahkan sisa-sisa kekuatannya dan
berkata, "Dasar kalian bunga-bunga penurut yang bodoh; aku tidak pernah
takut terhadap badai. Kemarinpun aku pas dan mencukupkan diri dengan
Kehidupan, tetapi kecukupan diri telah menjadi penghalang di antara
keberadaanku dengan badai kehidupan, mengurungku dalam kedamaian serta
ketenteraman pikiran yang pesakitan serta malas. Aku bisa saja hidup
seperti kalian sekarang ini dengan berpegang ketakutan kepada bumi...
Aku bisa saja menantikan musim dingin menutupiku dengan salju dan
mengirimkanku kepada maut, yang tentu akan memangsa semua violet... Aku
bahagia sekarang sebab aku telah keluar dari duniaku yang kecil, ke
dalam misteri alam semesta ... sesuatu yang belum pernah kalian lakukan.
Aku bisa saja melupakan ketamakan, yang sifatnya lebih tinggi
daripadaku, tetapi ketika kudengarkan keheningan malam, aku dengar dunia
sorgawi berbicara kepada dunia bumi ini, "Ambisi di luar keberadaan itu
merupakan maksud penting dari keberadaan kita". Ketika itulah rohku
memberontak dan hatiku merindukan posisi yang lebih tinggi daripada
keberadaanku yang terbatas. Aku sadar bahwa jurang tak berdasar tak
dapat mendengar nyanyian bintang-bintang, dan ketika itulah aku mulai
melawan kekerdilanku dan mendambakan apa yang bukan kepunyaanku, hingga
pemberontakanku berubah menjadi kekuatan besar, dan dambaanku menjadi
kehendak yang tercipta... Alam, yang adalah objek besar dari
mimpi-mimpi kita yang lebih mendalam, menganugerahi permintaanku dan
mengubahku menjadi bunga mawar dengan jari-jemarinya yang ajaib".
pic. from goodfon.com |
" Jika Anda berusaha meraih bintang,
Anda mungkin tak akan mendapatkan satu pun, tapi Anda tak akan meraih segenggam lumpur juga." - Leo Burnett
Sumber : Khalil Gibran, Bunga Violet yang ambisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar