Jumat, 17 Mei 2013

Bunga Daisy



 Karya : Hans Christian Andersen



pic. from fineartamerica.com
" Kalian memiliki takdir kepastian untuk merasakan penderitaan dan kepedihan. Jika hati kalian masih tergetar oleh rasa takjub menyaksikan keajaiban yang terjadi dalam kehidupan, maka pedihnya penderitaan tidak kalah menakjubkan daripada kesenangan."  - Khalil Gibran -






Di sebuah kota, dekat jalan raya, berdiri sebuah rumah pertanian. Ada taman bunga kecil dengan pagar kayu yang di cat, di dekatnya ada selokan, di tepinya rumput hijau segar dan bunga aster kecil. Matahari bersinar cerah dan hangat menyinari taman itu sehingga pepohonan berkembang dengan baik. Di suatu pagi, kelopak bunga kecil seputih salju mengelilingi pusat kuning, seperti sinar matahari. Tak ada yang melihat keberadan bunga kecil malang itu. Tetapi, ia cukup bahagia, berpaling ke arah matahari, melihat ke atas dan mendengarkan nyanyian burung-burung.

Daisy kecil itu hidup bahagia dan menjadikan hari-hari adalah hari libur besar, terutama hari Senin. Semua anak-anak berada di sekolah, duduk dan belajar. Daisy kecil duduk di tangkai hijau tipis dan belajar dari matahari dan lingkungannya betapa baiknya Allah, dan ia bahagia mendengarkan nyanyian burung yang terdengar indah mengungkapkan perasaannya sendiri. Daisy mendongak ke atas ke arah burung yang terbang dan bernyanyi.
"Aku bisa melihat dan mendengar," pikir Daisy, "Matahari bersinar , menyinari diriku dan tamanku. Betapa kayanya aku! "

Di taman itu tumbuh juga bunga-bunga yang besar dan megah, tetapi kurang wangi, mereka bersikap angkuh dan sombong. Peony sombong yang membanggakan diri karena lebih besar dari bunga mawar. Tapi ukuran bukanlah segalanya! Tulip memiliki warna terbaik, dan mereka tahu itu, mereka berdiri tegak seperti lilin, merasa lebih baik dari yang lain.

pic. from my.opera.com
Dalam kesombongannya mereka tidak melihat Daisy kecil yang  memandang dan berpikir, "Bagaimana kaya dan indah mereka! Saya yakin burung cantik akan terbang ke bawah dan memanggil mereka. Terima kasih Tuhan, saya berdiri begitu dekat, dan  setidaknya dapat melihat semua kemegahan." Dan sementara Daisy masih berpikir, burung  terbang turun, berkicau, tetapi bukan untuk Peony dan Tulip, tapi untuk Daisy. Begitu bahagianya sehingga tidak tahu harus berpikir apa. Burung kecil itu melompat dan bernyanyi,  "Betapa indahnya rumput yang lembut, dan betapa indahnya bunga kecil yang berhati emas dengan gaun perak tumbuh di sini. "  Pusat kuning pada bunga daisy memang terlihat seperti emas, dan kelopaknya bersinar seterang perak.

Sungguh bahagia Bunga Daisy itu! Burung itu menciumnya dengan paruhnya, bernyanyi, dan kemudian bangkit kembali sampai ke langit biru. Lebih dari seperempat jam sebelum Daisy sadar. Setengah malu, namun senang di hati, ia menoleh ke bunga-bunga lain di taman itu, pasti mereka telah menyaksikan kesenangan dan kehormatan yang didapatnya. Tapi Bunga Tulip berdiri lebih kaku dari sebelumnya, wajahnya menunjukkan amarah, karena mereka jengkel. Peony  cemberut. Itu lebih baik, mereka tidak mengomeli Daisy kecil. Daisy melihat bunga-bunga itu merasa tidak nyaman.
 
 “ Kesenangan adalah kesedihan yang terbuka bekasnya. Tawa dan airmata datang dari sumber yang sama.Semakin dalam kesedihan menggoreskan luka ke dalam jiwa semakin mampu sang jiwa menampung kebahagiaan.    – Khalil Gibran

Tak lama setelah itu seorang gadis datang ke kebun, dengan pisau tajam yang besar. Dia menghampiri bunga - bunga Tulip dan mulai memotong mereka satu demi satu. "Auw" desah Daisy, " Mengerikan !"

Gadis itu membawa tulip
-tulip itu pergi. Bunga Daisy merasa bersyukur.  Saat matahari terbenam ia melipat kelopaknya, dan tertidur, dan bermimpi sepanjang malam, memimpikan matahari dan burung – burung  yang bernyanyi.

Esok paginya, ketika bunga itu membuka kelopak lembutnya, seperti lengan kecil, menuju udara dan cahaya, terdengar  suara burung, nyanyiannya begitu sedih.  Burung malang itu bersedih karena ia telah ditangkap dan dimasukkan kedalam sangkar dekat jendela yang terbuka. Ia merindukan hari-hari bahagia ketika ia bisa terbang riang di sekitar pohon jagung yang hijau segar di ladang, lalu terbang melambung sampai ke awan. Kini burung malang itu kini terpenjara dalam sangkar. Daisy kecil ingin sekali menolong burung itu, tapi apa yang bisa dilakukan?  Daisy terus memikirkan burung malang itu, ia melupakan keindahan di sekitarnya.

Tiba-tiba dua orang anak kecil datang, salah satu dari mereka memegang pisau tajam yang besar, seperti yang dibawa oleh gadis itu kemarin. Anak-anak itu menghampiri Daisy
" Ini adalah rumput yang bagus untuk burung." kata salah satu anak laki-laki, dan mulai memotong rumput di sekitar bunga daisy.
"
Potong bunga itu" kata anak yang lain, dan daisy gemetar karena takut.  
 " Jangan. Biarkan saja."  kata anak yang lain, " ia terlihat begitu cantik."

Akhirnya Daisy tetap tinggal di taman itu.  Burung malang itu meratapi kebebasannya yang hilang. Daisy kecil tidak bisa berbicara sepatah kata pun untuk menghibur.  Dan pagi pun berlalu.

"Saya tidak punya air," kata burung dalam sangkar itu, " Mereka semua pergi keluar, dan lupa untuk memberi saya air untuk minum. Tenggorokanku kering dan terbakar. Saya seperti memiliki api dan es di dalam diri saya, dan udara begitu menyengat. Aku ingin mati saja !. bergabung dengan sinar matahari yang hangat, padang rumput hijau segar, dan semua keindahan yang diciptakan Tuhan. Ia mendorong paruhnya ke potongan rumput untuk menyegarkan diri sedikit. Kemudian melihat kea rah Daisy kecil, dan mengangguk, dan berkata: " Kau juga akan musnah bunga kecil yang malang, Kau dan rumput akan dipotong dengan pisau untuk menjadi makanan saya. Setiap potongan rumput hijau bagi saya, dan juga setiap kelopak putihmu. Oh, kau hanya mengingatkanku akan kemalanganku. "

"Aku berharap aku bisa menghibur burung malang itu," pikir Daisy.  Ia tidak bisa menggerakkan satu pun daunnya,  tapi aroma kelopak halus yang mengalir keluar  jauh lebih kuat daripada biasanya. Burung itu melihatnya, meskipun sedang sekarat karena kehausan, dan sakit yang teramat sangat.
Malam pun tiba, dan tak ada seorang pun muncul membawakan air untuk burung malang itu. Burung itu membuka sayapnya yang indah, mengibarkannya dalam penderitaan,  samar dan sedih.  " Cit..cit.cit cicit,"  hanya itu yang bisa diucapkan, ia membungkukan kepalanya sedikit ke arah bunga Daisy, hatinya hancur.  Bunga itu, seperti pada malam sebelumnya, melipat kelopak dan tidur, itu jatuh sedih. 

Anak-anak datang keesokan harinya, melihat burung itu mati, mereka mulai menangis sedih, menggali kuburan yang bagus untuknya, dan dihiasi dengan bunga. Tubuh burung itu ditempatkan dalam kotak cantik merah, mereka ingin menguburnya dengan predikat kerajaan. Sementara itu mereka lupa telah membiarkan burung itu hidup menderita dalam sebuah sangkar. Anak-anak itu menangis dan menaburkan bunga di atas kuburan.  Potongan rumput, dengan daisy kecil di dalamnya, dilempar ke jalan raya berdebu. 
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar